Judul buku : MEREKA BILANG, SAYA MONYET
Pengarang : djenar maesa ayu
Penerbit : GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA
Cetakan : KETUJUH , DESEMBER 2004
Tebal buku : 150 halaman
Dalam usaha aku membaca segala jenis bacaan, satu ide mengantarku untuk membaca karya sastra. Setelah buku teks ( textbook ), aku biasanya menghindari karya sastra. Bosan ! Selain itu juga mengingatkan aku pada jaman sekolah yang mewajibkan membaca karya-karya sastra macam Siti Nurbaya, Layar Terkembang, Perawan Di Sarang Penyamun dan teman-teman berbagai angkatannya itu.
Setahun ini aku sengaja memaksa diri untuk membaca satu dua karya sastra. Pernah membaca satu yang levelnya berat macam Orhan Pamuk, langsung membuatku mual-mual. Karya lain yang lebih ringan dari Tanah Air tidak mampu menghilangkan rasa mual itu.
Kenekatan untuk belajar memahami karya sastra mengantarku bertemu MEREKA BILANG, SAYA MONYET karya Djenar Maesa Ayu. Aku berjodoh dengan buku iniberkat seorang sahabat yang meminjamkan beberapa buku sastra. Aku menyukai warna hijau pada cover buku ini.
Aku dapat menyelesaikan buku kumpulan cerpen ini sampai selesai tanpa cedera. Dari Daftar Isi di halaman xi buku ini memperlihatkan ada 11 cerpen dalam buku ini. Judul pada buku ini menjadi cerpen pertama dengan judul yang sama.
Sutardji Calzoum Bachri dalam Sekapur Sirih Sekedar Djenar di akhir buku ini menulis “…. Saya kira dengan pencapaiannya itu Djenar Maesa Ayu adalah salah satu cerpenis terkuat yang tampil dalam jajaran cerpenis yang bermunculan dalam masa sepuluh tahun terakhir.”
Setelah membacanya, saya menangkap kesan yang kuat dari Djenar untuk menabrak kemunafikan dan etika Timur. Sebagaimana Sutardji melihat Wong Asu, salah satu cerpen dalam buku ini sebagai cerpen yang berbentuk dialog ini bisa dilihat sebagai suatu monolog dari tokoh ‘saya’ yang berkisar tentang imajinasi/fiksi/cerpen, kemunafikan realitas dan posisinya sebagai pengarang.
Tabrakan etika ketimuran terlihat sekali dalam cerpen berjudul Wong Asu dan Namanya, … Kata ‘anjing’ dan ‘meXXX’ yang dalam keseharian masyarakat kita dipergunakan sebagai makian kasar dipergunakan dengan jelas dalam cerpen tersebut.
Di luar bahwa karya ini bagus dan sukses mengantar simbolisasi realisasi kehidupan masyarakat kita, saya justru melihat Djenar justru mengisi karyanya dengan kemunafikan untuk menghantam kemunafikan.
Djenar mungkin melihat karyanya untuk menyampaikan kemunafikan yang terjadi dalam realitas. Buat aku, kemunafikan itu hanya masalah sudut mana seseorang memandang suatu hal. Di sudut pandangku, mengatakan suatu dengan sindiran dan simbolisasi bukannya kemunafikan belaka ? Lebih jauh aku bertanya, perlu menyampaikan kemunafikan melalui makian walau secara tak langsung. Bentuk kemunafikan yang lain ?
Dalam usaha aku membaca segala jenis bacaan, satu ide mengantarku untuk membaca karya sastra. Setelah buku teks ( textbook ), aku biasanya menghindari karya sastra. Bosan ! Selain itu juga mengingatkan aku pada jaman sekolah yang mewajibkan membaca karya-karya sastra macam Siti Nurbaya, Layar Terkembang, Perawan Di Sarang Penyamun dan teman-teman berbagai angkatannya itu.
Setahun ini aku sengaja memaksa diri untuk membaca satu dua karya sastra. Pernah membaca satu yang levelnya berat macam Orhan Pamuk, langsung membuatku mual-mual. Karya lain yang lebih ringan dari Tanah Air tidak mampu menghilangkan rasa mual itu.
Kenekatan untuk belajar memahami karya sastra mengantarku bertemu MEREKA BILANG, SAYA MONYET karya Djenar Maesa Ayu. Aku berjodoh dengan buku iniberkat seorang sahabat yang meminjamkan beberapa buku sastra. Aku menyukai warna hijau pada cover buku ini.
Aku dapat menyelesaikan buku kumpulan cerpen ini sampai selesai tanpa cedera. Dari Daftar Isi di halaman xi buku ini memperlihatkan ada 11 cerpen dalam buku ini. Judul pada buku ini menjadi cerpen pertama dengan judul yang sama.
Sutardji Calzoum Bachri dalam Sekapur Sirih Sekedar Djenar di akhir buku ini menulis “…. Saya kira dengan pencapaiannya itu Djenar Maesa Ayu adalah salah satu cerpenis terkuat yang tampil dalam jajaran cerpenis yang bermunculan dalam masa sepuluh tahun terakhir.”
Setelah membacanya, saya menangkap kesan yang kuat dari Djenar untuk menabrak kemunafikan dan etika Timur. Sebagaimana Sutardji melihat Wong Asu, salah satu cerpen dalam buku ini sebagai cerpen yang berbentuk dialog ini bisa dilihat sebagai suatu monolog dari tokoh ‘saya’ yang berkisar tentang imajinasi/fiksi/cerpen, kemunafikan realitas dan posisinya sebagai pengarang.
Tabrakan etika ketimuran terlihat sekali dalam cerpen berjudul Wong Asu dan Namanya, … Kata ‘anjing’ dan ‘meXXX’ yang dalam keseharian masyarakat kita dipergunakan sebagai makian kasar dipergunakan dengan jelas dalam cerpen tersebut.
Di luar bahwa karya ini bagus dan sukses mengantar simbolisasi realisasi kehidupan masyarakat kita, saya justru melihat Djenar justru mengisi karyanya dengan kemunafikan untuk menghantam kemunafikan.
Djenar mungkin melihat karyanya untuk menyampaikan kemunafikan yang terjadi dalam realitas. Buat aku, kemunafikan itu hanya masalah sudut mana seseorang memandang suatu hal. Di sudut pandangku, mengatakan suatu dengan sindiran dan simbolisasi bukannya kemunafikan belaka ? Lebih jauh aku bertanya, perlu menyampaikan kemunafikan melalui makian walau secara tak langsung. Bentuk kemunafikan yang lain ?
Secara keseluruhan, aku menyukai buku ini. Aku juga menemukan format bercerita yang berbeda dalam cerpen berjudul SMS. Tak ada deskripsi yang dipergunakan dalam cerpen ini, hanya berisi SMS. Namun pesan cerita ini tersampaikan dengan menarik.
Anda mungkin punya pendapat sendiri. Untuk itu Anda perlu membaca sendiri karya yang menarik ini atau menonton versi visual berbentuk film dari buku ini dengan judul yang sama : MEREKA BILANG, SAYA MONYET !
11 komentar:
Keren, kan? :)
Nanti kalau sudah kelar paket buku yang kemarin, aku kirimkan lagi yang lain. Masih banyak karya Mba Djenar yang bagus-bagus.
Buku dan filmnya sama kerennya.
Selamat Ulang Tahun ya, Bang. :)
Tul keren tuh buku ...
Iya tar lagi deh minjemnya dari semua buku baru satu itu yang kebaca.... yang lain belum...
Terima kasih ya Pok :D
Cie, cie...
yang beralih ke sastra nih. Hehe, tapi nice review juga, Yos. As always. Lebih berat, atau sama seperti membaca buku ringan romance gitu, Yos?
cie, cie itu Ciecie Rina ya maksudnya..... bukan beralih.... belajar membaca semua bacaan aja Rin....
Berat ringannya sebenarnya bukan karena sastranya... tapi lebih karena gaya penulisnya aja ... pernah kok ketemu bacaan pop yang bikin mabok hehehehehe :D
Sastra juga banyak yang bagus...
Andrea Hirata, udah baca Yos? Kemarin aku baca yang sang pemimpi, hiks bagus banget. Dan ada sedihnya, senangnya, pokoknya campur sari ya. Tapi really, baca itu aku benar2 ngerti kenapa buku itu bisa jadi best seller
Gue baca Laskar Pelangi sih sebelum jadi best seller 2 tahunan lewat.... emang layak jadi best seller ..... bagus dan keren banget !
Huaahhh, udah lama banget ;-) Biasa deh, gue ketinggalan jaman gitu =)
kalo gue karena waktu itu di perpus kantor ada jadi pengen baca... gue juga gak selalu ngikutin semua buku-buku kok.... kayak ayat-ayat cinta .... gak baca dan nonton filmnya juga enggak kok .... cuma seneng lagunya aja bagus apa Rosanya ya hehehehe....
Yos,kok gak review lagi?
Hilang sumber nih, heueheueh ;-)
sabar ya Rin... seminggu terakhir lg pusing budgeting ma plan 2009 masih ditambah Audit lagi ... pucing .... pucing .... ada dua buku yang dah dibaca tinggal direview .... :)
Wah iya, budget memang paling bikin pusing kepala. Apalagi kalau eksternal audit masuk, heuheuheu, musuh utama orang accounting dan finance ;-)
Oke deh, ditunggu ya...
Posting Komentar