Judul buku : GAJAHMADA
Pengarang : LANGIT KRESNA HARIADI
Penerbit : TIGA SERANGKAI
Cetakan : KEEMPAT, 2006
Tebal buku : 582 halaman
Salah satu jejak kebesaran Nusantara tidak bisa dilepaskan dari masa kejayaan Majapahit. Majapahit melalui perjalanan sejarah yang panjang dan berdarah-darah. Dari dalamnya muncul nama Gajahmada, tokoh besar Majapahit yang terkenal dengan Sumpah Palapa dan menyatukan Nusantara.
Langit Kresna Hariadi atau yang dikenal dengan Elkaha mengajak pembaca kembali ke masa Majapahit melalui karyanya, GAJAHMADA.
Novel ini mengawali kisahnya dengan pertanda alam yang aneh, kabut yang semula mengemuli puncak Gunung Arjuno, Gunung Welirang dan Gunung Anjasmoro bergerak ke arah utara dan menyebar ke segenap sudut kotaraja Majapahit. Kabut juga dengan kejam membungkus wilayah di luar batas dinding kotaraja.
Ke sudut-sudut istana, Gajahmada – yang berpangkal bekel, tetapi memegang kendali penuh atas pasukan kawal istana yang memiliki nama menggetarkan , Bhayangkara – menyebar segenap prajuritnya untuk berada dalam kesiagaan tinggi.
Kabut yang turun benar-benar tebal. Mapatih Tadah yang telah sampai pada sebuah simpulan berdesir tajam. Arya Tadah menjadi tambah gelisah oleh kenangan terhadap tanda-tanda yang muncul di saat terjadi peristiwa-peristiwa besar. Malam menjelang kematian Ken Dedes misalnya, badai dan kabut tebal bahkan menyapu seluruh negeri.
Bekel Gajahmada menelengkan wajah. Karena tebal kabut bagai melumpuhkan indra penglihatannya, dengan sepenuh kesadaran bekel muda itu mengandalkan telinga.
“Sebut aku Manjer Kawuryan,” jawab orang itu.
“ Aku bermaksud baik. Kau hanya memiliki waktu sangat sempit sejak saat sekarang. Karena, fajar menyingsing nanti pasukan segelar sepapan akan bergerak menggilas istana . “
“ Kekuatan dari mana yang akan menyerbu istana itu ?” tanya Gajahmada.
Namun, orang itu tidak menjawab. Dengan tenang ia berjalan menjauh meninggalkan Bekel Gajahmada.
Gajahmada menemui Patih Tadah dan menyampaikan informasi yang diperoleh. Patih Tadah memberikan wewenang untuk bertindak mengambil langkah-langkah penyelamatan jika benar terjadi tindakan makar.
Gajahmada mengadakan penyelidikan bersama pasukan dan telik sandi Bhayangkara terhadap pasukan Jalapati, Jalayuda dan Jala Rananggana. Kecurigaan ditujukan terhadap Temenggung Pujut Luntar yang memimpin pasukan Jala Rananggana.
Sementara Temenggung Banyak Sora terkejut dengan berita itu menyatakan akan menyelamatkan istana memimpin pasukan Jalapati bersama pasukan Bhayangkara. Sementara pimpinan pasukan Jalayuda, Temenggung Panji Watang tidak mau terlibat dalam persoalan makar. Panji Watang telah dihubungi dan dirayu oleh Rakrian Kuti untuk ikut dalam pemberontakan. Padahal, belum lama Rakrian Kuti dan beberapa orang kawannya telah mendapat anugerah dari Baginda Jayanegara sebagai Dharmaputera Winehsuka, diberi anugerah kebahagiaan.
Perjalanan Gajahmada dan pasukannya mencegah makar menjadi bagian kisah selanjutnya. Pemberontakan yang akhirnya pecah, Rakrian Kuti dengan para Dharmaputera Winehsuka menyerang istana dibantu Temenggung Pujut Luntar dan pasukannya, Jala Rananggana.
Peperangan antara pasukan Jala Rananggana yang menyerang melalui belakang istana disambut oleh pasukan Jalapati yang telah mengetahui rahasia serangan pemberontak dari telik sandi Bhayangkara. Perang yang menggila namun pasukan Jalapati berhasil menekan pasukan Jala Rananggana.
Ra Kuti yang melihat bahaya kekalahannya mencoba meminta bantuan Panji Watang, dengan imbalan Panji Watang akan menjadi Raja Majapahit apabila memenangkan peperangan.
Kemenangan yang hampir diraih pasukan Jalapati menumpas pemberontak harus musnah karena perkembangan tak terduga. Pasukan Jalayuda dipimpin Panji Watang menyerang pasukan Jalapati dan menggempur istana.
Panji Watang dan Banyak Sora belakangan terbunuh oleh panah Ra Kuti, saat keduanya sedang berbicara dengan Patih Tadah yang datang menghentikan perang. Ra Kuti mengambil alih dan memimpin pasukan Jalayuda menyerang.
Gajahmada dan pasukan Bhayangkara meloloskan Sri Jayanegara sesaat pintu istana berhasil dijebol pemberontak. Penyelamatan Sri Jayanegara keluar istana dan pengejaran oleh Ra Kuti yang tidak tenang menjadi raja sebelum Jayanegara ditangkap melanjutkan kisah selanjutnya.
Manjer Kawuryan yang memberikan informasi adanya anggota Bhayangkara yang menjadi kaki tangan Ra Kuti menambah kesulitan dalam pelarian Gajahmada menyelamatkan Jayanegara.
Apakah kaki tangan Ra Kuti dalam Bhayangkara berhasil diketahui kedoknya ?
Siapakah Manjer Kawuryan ?
Akankah Ra Kuti berhasil menjadi raja atau Jayanegara berhasil kembali ke tahtanya ?
Ikuti serunya GAJAHMADA ini akan membuat pembaca tidak akan menghentikannya sampai akhir cerita.
Langit Kresna Hariadi atau yang dikenal dengan Elkaha mengajak pembaca kembali ke masa Majapahit melalui karyanya, GAJAHMADA.
Novel ini mengawali kisahnya dengan pertanda alam yang aneh, kabut yang semula mengemuli puncak Gunung Arjuno, Gunung Welirang dan Gunung Anjasmoro bergerak ke arah utara dan menyebar ke segenap sudut kotaraja Majapahit. Kabut juga dengan kejam membungkus wilayah di luar batas dinding kotaraja.
Ke sudut-sudut istana, Gajahmada – yang berpangkal bekel, tetapi memegang kendali penuh atas pasukan kawal istana yang memiliki nama menggetarkan , Bhayangkara – menyebar segenap prajuritnya untuk berada dalam kesiagaan tinggi.
Kabut yang turun benar-benar tebal. Mapatih Tadah yang telah sampai pada sebuah simpulan berdesir tajam. Arya Tadah menjadi tambah gelisah oleh kenangan terhadap tanda-tanda yang muncul di saat terjadi peristiwa-peristiwa besar. Malam menjelang kematian Ken Dedes misalnya, badai dan kabut tebal bahkan menyapu seluruh negeri.
Bekel Gajahmada menelengkan wajah. Karena tebal kabut bagai melumpuhkan indra penglihatannya, dengan sepenuh kesadaran bekel muda itu mengandalkan telinga.
“Sebut aku Manjer Kawuryan,” jawab orang itu.
“ Aku bermaksud baik. Kau hanya memiliki waktu sangat sempit sejak saat sekarang. Karena, fajar menyingsing nanti pasukan segelar sepapan akan bergerak menggilas istana . “
“ Kekuatan dari mana yang akan menyerbu istana itu ?” tanya Gajahmada.
Namun, orang itu tidak menjawab. Dengan tenang ia berjalan menjauh meninggalkan Bekel Gajahmada.
Gajahmada menemui Patih Tadah dan menyampaikan informasi yang diperoleh. Patih Tadah memberikan wewenang untuk bertindak mengambil langkah-langkah penyelamatan jika benar terjadi tindakan makar.
Gajahmada mengadakan penyelidikan bersama pasukan dan telik sandi Bhayangkara terhadap pasukan Jalapati, Jalayuda dan Jala Rananggana. Kecurigaan ditujukan terhadap Temenggung Pujut Luntar yang memimpin pasukan Jala Rananggana.
Sementara Temenggung Banyak Sora terkejut dengan berita itu menyatakan akan menyelamatkan istana memimpin pasukan Jalapati bersama pasukan Bhayangkara. Sementara pimpinan pasukan Jalayuda, Temenggung Panji Watang tidak mau terlibat dalam persoalan makar. Panji Watang telah dihubungi dan dirayu oleh Rakrian Kuti untuk ikut dalam pemberontakan. Padahal, belum lama Rakrian Kuti dan beberapa orang kawannya telah mendapat anugerah dari Baginda Jayanegara sebagai Dharmaputera Winehsuka, diberi anugerah kebahagiaan.
Perjalanan Gajahmada dan pasukannya mencegah makar menjadi bagian kisah selanjutnya. Pemberontakan yang akhirnya pecah, Rakrian Kuti dengan para Dharmaputera Winehsuka menyerang istana dibantu Temenggung Pujut Luntar dan pasukannya, Jala Rananggana.
Peperangan antara pasukan Jala Rananggana yang menyerang melalui belakang istana disambut oleh pasukan Jalapati yang telah mengetahui rahasia serangan pemberontak dari telik sandi Bhayangkara. Perang yang menggila namun pasukan Jalapati berhasil menekan pasukan Jala Rananggana.
Ra Kuti yang melihat bahaya kekalahannya mencoba meminta bantuan Panji Watang, dengan imbalan Panji Watang akan menjadi Raja Majapahit apabila memenangkan peperangan.
Kemenangan yang hampir diraih pasukan Jalapati menumpas pemberontak harus musnah karena perkembangan tak terduga. Pasukan Jalayuda dipimpin Panji Watang menyerang pasukan Jalapati dan menggempur istana.
Panji Watang dan Banyak Sora belakangan terbunuh oleh panah Ra Kuti, saat keduanya sedang berbicara dengan Patih Tadah yang datang menghentikan perang. Ra Kuti mengambil alih dan memimpin pasukan Jalayuda menyerang.
Gajahmada dan pasukan Bhayangkara meloloskan Sri Jayanegara sesaat pintu istana berhasil dijebol pemberontak. Penyelamatan Sri Jayanegara keluar istana dan pengejaran oleh Ra Kuti yang tidak tenang menjadi raja sebelum Jayanegara ditangkap melanjutkan kisah selanjutnya.
Manjer Kawuryan yang memberikan informasi adanya anggota Bhayangkara yang menjadi kaki tangan Ra Kuti menambah kesulitan dalam pelarian Gajahmada menyelamatkan Jayanegara.
Apakah kaki tangan Ra Kuti dalam Bhayangkara berhasil diketahui kedoknya ?
Siapakah Manjer Kawuryan ?
Akankah Ra Kuti berhasil menjadi raja atau Jayanegara berhasil kembali ke tahtanya ?
Ikuti serunya GAJAHMADA ini akan membuat pembaca tidak akan menghentikannya sampai akhir cerita.
2 komentar:
Yos, ini cerita sejarah bukan? Atau sejarah dengan sedikit fiksi, ditambah bumbu roman?
bukan RIn cuma ngambil setting jamannya aja.... di seri buku yang keduanya Elkaha sempet minta maaf karena beberapa fakta sejarah yang tidak sesuai ..... yang suka cerita agak berbau misteri buku ini bagus .... bikin penasaran yang baca ....
Posting Komentar